Text
Yogyakarta, 19 Desember 1948: Jenderal Spoor (Operatie Kraai) versus Jenderal Sudirman (Perintah Siasat No.1)
Niederwerfungs strategie, strategi penghancuran, dengan melumpuhkan Yogyakarta sebagai sentra gravita Republik Indonesia (RI) adalah pendekatan yang diyakini ampuh oleh Belanda untuk melenyapkan RI. Pendekatan yang merupakan ajaran Carl von Clausewitz itu diterapkan Belanda saat melancarkan agresi militer pertama pada 21 Juli 1947. Saat itu Tentara Nasional Indonesia (TNI) bertahan dengan taktik linier konvensional dengan mengonsentrasikan kekuatannya di titik-titik tertentu. Adu strategi dalam pertempuran statis itu dimenangkan Belanda yang kekuatan persenjataannya unggul di darat, laut, dan udara. Namun, karena alasan-alasan tertentu, agresi yang oleh Belanda disebut aksi polisional itu tidak diteruskan ke ibukota RI, Yogyakarta.rnRI menderita kerugian signifikan. Wilayahnya jadi semakin sempit karena dicaplok Belanda. Selain itu, ditetapkan garis demarkasi baru (garis van Mook) yang memaksa Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hal itu diatur dalam Perjanjian Renville yang menyeberang ke Partai Komunis Indonesia (PKI) dan menusuk RI dari belakang, mengobarkan pemberontakan di Madiun pada 18 September 1948.rnMelihat berbagai perkembangan terakhir, Belanda akhirnya memutuskan untuk melancarkan agresi militer kedua secara mendadak. Strateginya dalam aksi yang diberi nama sandi Operasi Kraai ini masih sama seperti pada agresi pertama. Di pihak lain, belajar dari kesalahan strategi pada agresi pertama, RI menjawabnya dengan ermattungs strategie, strategi penjemuan dengan perang gerilya, yang dituangkan dalam Perintah Siasat Nomor Satu Panglima Besar 1948.rnDilengkapi berbagai salinan dokumen, peta, dan foto yang relevan, ini adalah buku komprehensif tentang perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaannya melalui jalur militer dan diplomasi. Dapat pula dilihat keunggulan militer RI dalam menghadapi Belanda yang lebih kuat dan lengkap persenjataannya. Karena itu, buku ini sangat pantas dibaca kalangan militer, sejarawan, mahasiswa, pemerhati sejarah militer, diplomat, dan anak bangsa yang ingin mempelajari babakan penting perjalanan bangsanya.
No other version available